Alur yang terbangun lewat lompatan dan benturan di sepanjang sejarah praktik fotografi di Indonesia masih menyisakan banyak artikulasi yang urung terungkap. Di Indonesia, wacana fotografi yang belum terlalu lama berkembang kerap mendudukkan persoalannya pada pemihakan atas bentuk dan isi; sebagai karya seni dan/atau dokumentasi.

2 nd POSE adalah kerja mutakhir Ruang MES 56 yang mau meniti batasan-batasan tersebut, dan kali ini lewat gagasan tentang potret sebagai titik pijak. Secara umum, pengertian pose pertama dalam potret dapat digiring pada pengalaman citra sebagai bukti eksistensi; bahwa yang dipotret adalah benar adanya, yaitu diri. Konteks ini lazim dijumpai dalam fungsi sehari-hari potret sebagai penanda identitas diri dan dibuat atas kepentingan tersebut, -sebagaimana potret dilekatkan pada fungsi pas foto untuk ijazah, KTP, paspor dll.

Bergerak melampaui kelaziman, berkembang suatu aras dalam seni fotografi untuk memandang penting keterkaitan potret dengan aspek historis dan sosialnya. Dengan demikian sebuah wajah dalam potret bukan sekedar representasi individu yang ditangkap kamera, melainkan kekuatan pantulnya atas ruang waktu yang melingkupi sosok tersebut.

Namun pada saat yang bersamaan gagasan serupa kadang memunculkan praktik yang sama sekali berbeda. Ini bisa jadi karena capaian artistik potret melulu ditekankan pada pencanggihan teknologis, pelibatan efek drama seperti kostum, set, properti, pengaturan gaya serta penonjolan atas kesohoran subyek yang dipotret. Keindahan potret yang dipertaruhkan setelah berbagai pengerahan aspek teknis semacam ini tak jarang malah kembali memunculkan watak analogon fotografi; pose pertama sebagai citra yang berdiri sendiri, meskipun tentu saja tampilannya lebih megah daripada pas foto di KTP.

Paham akan resiko tersebut, maka 2 nd POSE menjadi sebuah proyek fotografi yang mau melanjutkan wacana mengenai representasi potret ke kedalamannya sebagai dokumentasi interaktifitas kehidupan. Pada kesempatan ini Ruang MES 56 memotret beragam seniman lintas disiplin di tengah dinamika keseharian kota Yogyakarta. Pelibatan seniman sebagai obyek potret diniatkan sebagai bagian dari proses pengarsipan visual atas figur kesenian lokal yang terus berganti generasi. Sementara itu pemilihan ruang kota sebagai studio foto luar-ruang dilakukan sebagai siasat mendokumentasikan ragam keruangan Jogja kini dan kemungkinan perubahannya dalam rentang waktu.

Dengan bagian pertama di Jogja, Seri Potret Seniman Indonesia ini dirancang untuk dilakukan di kota-kota lain di Indonesia dengan kota tujuan selanjutnya di Bandung. Dalam rentang yang lebih panjang tentu saja sasaran proyek ini adalah menjangkau pemirsa yang lebih luas. Hanya saja bayangan ini sulit diwujudkan ketika proyek ini berhenti pada memajang karya foto asli di galeri, padahal akses publik terhadap galeri dan durasi pameran sangat terbatas.

Oleh karena itu sudah menjadi bagian dari kebutuhan utama dari proyek 2 nd POSE untuk mendistribusikan hasil eksplorasi yang dilakukan oleh kelompok Ruang MES 56 dalam bentuk buku fotografi. Secara konseptual, penggarapan buku fotografi 2 nd POSE menawarkan terobosan terhadap sekat-sekat yang membatasi tampilan foto sebagai melulu pencitraan jurnalistik atau seni, -suatu pendekatan yang bisa dikatakan sama sekali baru dalam perkembangan genre buku fotografi di Indonesia.

Selain untuk menunjang presentasi karya dengan penjelasan yang lebih mendalam tentang konsep dan visi karya foto, publikasi buku foto 2 nd POSE dapat menjadi referensi yang memuat dokumentasi tentang data visual seniman Indonesia, dinamika perkotaan, biografi fotografer yang terlibat dan bahkan menjadi sumber inspirasi bagi karya lanjutan serta dapat menjadi bahan perbandingan dengan ragam pengetahuan fotografi lainnya.